Jurnal Jin V : JINN BISA DIKENDALIKAN OLEH MANUSIA

JINN BISA DIKENDALIKAN OLEH MANUSIA

 

Abstrak

Bagi manusia yang mengaku ”dapat mengendalikan jin”, pasti ada tujuannya dan hal itu mungkin saja terjadi, tapi kemampuan yang dimiliki orang-orang itu bukanlah mukjizat. Di zaman Nabi Sulaiman a.s. manusia dapat mengendalikan jin, bahkan bekerjasama dengan jin. Namun, sejak zaman Nabi Muhammad SAW perbuatan itu tidak diperbolehkan lagi (diharamkan).

 

 

Jinn bisa dikendali oleh manusia.

Qur’an diturunkan tidak untuk menyusah kan manusia, tetapi untuk mengingatkan orang yang takut kepada Allah (Qs. 20:2-3). Kitab ini menjadi petunjuk, rahmat, berkat kesembuhan, pelajaran, pemberi ingat, kabar gembira, bahan pemikiran, kreteria, keterangan dan pemutus perkara.

Banyak hal yang dipaparkan al-Qur’an, ”Dan kepunyaaNyalah siapa saja yang berada di langit dan bumi dan siapa saja yang di sisi-NYa, mereka tidak bertakabur untuk beribadat kepada-Nya dan tidak pula merasa letih karena nya. Mereka selalu bertasbih pada waktu malam dan siang tiada henti-hentinya” (Q.s. Al-Anbiya: 19-20). Dan diantara tanda-tanda Nya, ialah menciptakan langit dan bumi dan makhluk-makhluk yang melata yang Dia sebarkan pada keduanya. Dan Dia Maha Kuasa mengumpulkan semuanya apabila dikehen- daki-Nya (Asy-Syura:29).

Ayat-ayat di atas menjelaskan banyak hal, misalnya ingin mengetahui mengenai anak cucu Adam atau makhluk-makhluk lainnya seperti malaikat, jin dan mungkin makhluk-makhluk lainnya yang belum atau tidak diketahui baik mengenai riwayat permulaan maupun akhir hidupnya.

Al-Quran membicarakan tentang setan (jin kafir) dan iblis (moyangnya setan), musuh Adam dan anak cucunya. Juga tentang jin yang disebut sebagai mahkluk yang makan minum, berketurunan dan dibebani beberapa kewaji- ban keagamaan. Diantara mereka (jin) ada yang mukmin dan ada pula yang kafir serta yang baik dan yang jahat.

Jin mempunyai kebiasaan yang berbeda dengan manusia. Dan, mereka memiliki kemampuan yang lebih, tepatnya kelebihan itu disebabkan jin hidup di alam dunia tapi berada di dimensi yang berbeda dengan manusia. Misalnya, mereka bisa melihat manusia, sebaliknya manusia tidak bisa melihat mereka, dan masing-masing makhluk itu (jin dan manusia) diciptakan Tuhan dengan unsur dan bahan yang berbeda dan kebutuhan hidup masing-masingnya jelas berbeda pula.

Dan jika ada jin (setan) meminta atau diberi rokok, makan, minum dan sebagainya oleh manusia, berarti kedua makhluk itu utama manusia pastinya bermasalah dengan akidah Islam, kalau jin berbuat seperti itu dipastikan ia (jin) adalah setan, kerjanya memang melakukan penyesatan terhadap manusia dengan tipu daya yang jahat atau selalu berupaya menjerumuskan manusia yang mau dikelabuinya. Sebab, jika jin itu adalah muslim yang saleh pastinya tidak akan berani melakukan hal itu, dengan kata lain jin muslim yang saleh dan manusia muslim yang saleh tidak akan berani melanggar ketentuan Allah SWT.

Sementara itu, Allah SWT juga memberikan kemampuan kepada munusia yang sama dengan jin, bahkan bisa melebihi jin itu sendiri. Misalnya, Nabi Sulaiman ternyata mampu mengendalikan dan menguasai jin, ”………..dan diantara jin ada yang bekerja di bawah kekuasaannya (Nabi Sulaiman) dengan izin Tuhannya. Dan barang siapa yang menyimpang diantara mereka dari perintah Kami, akan Kami rasakan kepadanya azab neraka yang apinya menyala-nyala.

Misalnya, Jin-jin itu pernah membuatkan atau mengerjakan kebutuhan Sulaiman sesuai dengan kehendak-Nya antara lain ”mem- bangun gedung-gedung yang tinggi, patung-patung dan piring-piring sebesar kolam serta periuk-periuk yang berdiri mantap [di atas tungku-tungku]………..”.(Q.s. Saba’: 12-13).

Dan, jin-jin yang dipekerjakan oleh Nabi Sulaiman itu bekerja hanya atas perintah Nabi. Misalnya, ketika Nabi membangun gedung-gedung yang tinggi-tinggi, jin hanya ditugaskan/beperan sebagai pekerja bantu (kuli) saja, tidak lebih dari itu, sedangkan yang merancang dan me- rencanakan (arsitek) pembangunan tetap dikerjakan Nabi, bukan Jin. (Lihat pula Abu Aqila, ”Kesaksian Raja Jin, Meluruskan Alam Gaib Dengan syariat”, Senayan Abadi Publishing, Jakarta, Tahun 2002, hlm 127).

Kenyataan sehari-hari ada orang-orang muslim yang mengaku dapat mengendalikan jin. Bagi mereka yang mengaku ”dapat mengendalikan jin”, pasti ada tujuannya dan hal itu mungkin saja terjadi, tapi kemampuan yang dimilki orang-orang itu bukan mukjizat. Di zaman Nabi Sulaiman a.s. manusia dapat mengendalikan jin, bahkan bekerjasama dengan jin. Namun, sejak zaman Nabi Muhammad SAW perbuatan itu tidak diperbolehkan lagi (diharamkan).

Artinya, sunnah Allah SWT di zaman Nabi Sulaiman a.s. tidak berlaku lagi di zaman Nabi Muhammad SAW. Allah SWT memberitahukan hal itu dalam firman-Nya: ”Mereka tidak beriman kepada Al-Quran dan sesungguhnya telah berlaku sunnah-sunnah Allah SWT terhadap orang-orang (nabi-nabi) terdahulu.” (al-Hijr:13). Dan ”Sesungguhnya sudah (pernah) berlaku sebelum kamu (Muhammad) sunnah-sunnah Allah SWT. Karena itu, berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibatnya orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).” (Ali Imran: 137).

Jadi, sangat jelas bahwa, sunnah-sunnah Allah SWT terhadap nabi-nabi terdahulu merupakan pelajaran bagi umat Islam. Kisah-kisah itu sengaja diungkapkan dalam Al-Qur’an untuk dijadikan bahan kajian dan penelitian supaya umat Islam tidak melakukan kesalahan-kesalahan dalam kehidupannya sebagaimana pernah terjadi pada kaum nabi-nabi terdahulu.

Jika di antara umat Islam ada yang memaksakan dirinya mengikuti sunnah-sunnah Nabi-Nabi terdahulu, jin (setan) tentunya akan merespon dengan cara mendekati dan membantu mereka menciptakan keanehan-keanehan supaya orang-orang itu menjadi lebih percaya dan yakin bahwa, sunnah-sunnah itu ternyata masih dapat dijalankan. Dan, orang-orang yang meyakini pemahaman seperti ini adalah golongan ahli bid’ah yang tidak beriman kepada Al-Qur’an.

Dengan kata lain, mereka itu tidak atau belum memahami bahwa, kejadian yang terjadi pada zaman Nabi Sulaiman a.s itu adalah mukjizat dari Allah SWT, sedangkan mukjizat itu tidak akan turun lagi setelah Nabi Muhammad SAW diangkat Allah SWT sebagai penutup risalah ke-Nabian. (Lihat pula, Pen- jelasan Ustads Kasman Sujai, Dalam Abu Aqila, Kesaksian Raja Jin,.. Op.Cit, h 29-32.

Qur’an (Kitab) telah mengingatkan. Kitab peringatan memang mudah untuk diingat, tetapi tidak semua orang mau menerimanya (Qs. 54:17). Namun, pilihan tetap berada di tangan manusia untuk menerima atau menolaknya. Siapa yang menerima petunjuk, maka ia menunjuki diri sendiri dan siapa yang menolak, maka ia menyesatkan dirinya sendiri (Qs.17:15).

Qur’an itu adalah petunjuk, Nabi dan orang yang beriman diperintahkan untuk membacakan kepada setiap orang. Tugas orang beriman adalah menyampaikan dan memberi ingat dan soal mendapat petunjuk (atau tidak) berada ditangan Allah (Qs.27:92). Bahkan, bangsa jin juga mendengarkan bacaan Qur’an dengan tertib dan tenang serta menyampaikan kepada sesama mereka (Qs. 46:29). Bagi mereka (jin), Qur’an adalah suatu yang menakjubkan (Qs. 72:1).

Penutup.

Manusia kalau bisa mengendalikan bahkan bekerjasama dengan jinn saat ini dapat dipastikan perbuatan itu bukan mujizat meskipun kemampuan orang itu diridhoi oleh Allah SWT. Dan perbuatan itu pasti bertentangan dengan ketentuan akidah Islam.

Wal ’laahu  a’lam bi’s-Shawab

Bandung, 23 Desember 2011

Syofrin Syofyan. e-mail: ssyofrin@yahoo.co.id

Tinggalkan komentar